tapi aku lupa sumbernya... :((
tapi selamat membaca semoga bermanfaat ^^
Atribusi dan Agresi Kronis
Atribusi berperan penting dalam
agresi kronis sebagaimana insiden agresi. Anak yang sangat agresif memandang
orang lain selalu memusuhi dirinya terutama dalam situasi yang ambigu. (Dodge,
1986; Dodge & Coie, 1987).
Skema Agresi
Penguatan,
Imitasi, dan asumsi tentang motif orang lain semuanya berkombinasi menghasilkan
skema agresi. Skema adalah seperangkat keyakinan yang terorganisir dan
terstruktur mengenai beberapa domain kehidupan. Dalam kasus agresi, orang
mengembangkan keyakinan yang terorganisir tentang ketepatan tindak agresi,
situasi di mana agresi mesti terjadi, dan cara agresi diekspresikan, misalnya
melalui pemukulan atau penghajaran. Melalui proses observasi dan belajar, anak
mungkin mengembangkan skema agresi yang ketika dikombinasikan dengan proses
biologis (seperti kebangkitan fisiologis), dapat kemungkinan terjadinya tindak
agresif.
Kemungkinan skema agresi akan
berkembang dan menjadi tindakkan agresi, yang akan semakin besar bila ada
faktor risiko lingkungan tertentu, seperti kekerasan keluarga atau kekerasan
dalam masyarakat. Faktor lain yang mungkin menyumbang perkembangan dan
pemeliharaan skema agresi adalah penggambaran kekerasan di media (Huesmann,
Moise, & Podolski, 1997). Setelah skema agresi terbentuk, perilaku agresif
dapat bertahan lama karena dirawat oleh skema agresi yang telah mapan
(Huesmann, 1997, 1998; Huesmann & Guerra, 1997).
Skema agresi mungkin berinteraksi dengan beberapa faktor lain
yang memfasilitasi agresi untuk meningkatkan kemungkinan perilaku agresif.
Misalnya satu studi (Zelli, Dodge, Lochman & Laird, 1999) menemukan bahwa
anak yang punya skema agresi yang mapan dan juga punya bias atribusi terhadap
perilaku orang lain mungkin lebih cenderung untuk menjadi agresif. Skema
agresif mungkin bervariasi berdasarkan kultur. Beberapa kultur, misalnya,
memiliki norma sosial yang menyatakan bahwa agresi adalah respon yang
diperlukan jika ada ancaman terhadap kehormatan, sedangkan dalam kultur lain
mungkin skema agresinya berbeda.
Kultur dan Agresi
Secara historis, kawasan selatan
Amerika Sekirat punya angka pembunuhan yang tinggi. Para periset (Cohen &
Nisbett, 1994; Nisbett; 1993) menunjukkan bahwa kekerasan yang tinggi di
selatan ini berakar pada ekonomi peternakan yang berkembang di masa lalu. Di
seluruh dunia, di area di mana perekonomian bergantung pada peternakan domba,
sapi, atau kerbau, para peternak terkenal sebagai orang yang siap menggunakan
kekuatan dan kekerasan untuk melindungi property dan hartanya, sebab hewan
ternak lebih sulit dikendalikan dan mudah dicuri.
Dalam sistem di mana proteksi
diri sangat penting, “kultur kehormatan” mungkin akan berkembang, dimana
seseorang merasa perlu membela harga dirinya, si pelanggar harus diberi
pelajaran keras bahwa gangguan atas diri dan hartanya adalah tindakan yang
tidak bisa ditoleransi.
Model Umum Perilaku Agresif
Seperti
yang kita lihat, pengalaman marah dan frustasi sering mengawali kekerasan.
Craig Anderson dan rekannya mengusulkan model agresi aktif umum. Mereka
berpendapat bahwa agresi diperbesar oleh peningkatan faktor sikap agresi,
pemikiran agresif, dan kebangkitan agresif (Anderson & Bushman, 2002).
Menurut pendapat ini faktor-faktor seperti kekerasan media, adanya senjata,
pengalaman rasa sakit, dan faktor lingkungan dan perasaan lainnya mungkin
mendorong perilaku agresif ketika juga diiringi dengan pemikiran agresif
(Anderson & Bushman, 2002).